Kamis, 13 Januari 2011

Catatan Pameran Pertama di 2011

Kembang api terakhir di perayaan tahun baru malam itu meledak, berpendar dan berkedip di langit, akhirnya hiruk pikuk kemeriahan detik pergantian tahunpun surut, setelah saling mencium pacarnya lalu semua pasangan beranjak pulang. Malam ini semua orang bergembira dan berharap esok pagi hal menyenangkan lainnya menunggu.

Kalau tidak kebanyakan alkohol, kita tetap susah tidur, mengingat-ngingat daftar pekerjaannya berikut dicemasi masalah-masalah tahun lalu yang belum tuntas, inilah saat yang tepat memanjatkan doa singkat dengan istriku: "Tuhan hari ini hebat, dan berkati kami besok". -Kami percaya hal inilah yang terjadi setiap hari-


Lalu tiba2 sudah tanggal 13 Januari lagi, tadi malamnya baru menonton pameran keramik "Cerita Kami Tentang Hidup" di CCF Bandung. Sembilan perupa keramik berkolaborasi dalam exposisi ini, Bonggal J. Hutagalung, Danang Wijayakusuma, Ignasius Tommy, Luthfi Anwar Noor, Maria Josephina, Rizki Andina, Sekarputri, Yugie Kartaatmaja dan Zulkarnaen Omar Andries. Masing-masing mengemas perasaan, problema dan pandangan personal dari masing-masing seniman mengenai hidup dan permasalahan di dalamnya dan direpresentasikan dalam karya mereka.

Konon Bonggal tidak habis pikir ketika keramiknya (Tebak Muka) setelah dibakar menyusut dan bentuknya tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya. Ini mewakili sekali kehidupan nyata, kita mengerjakan sesuatu pada mulanya berharap kelak hasilnya persis seperti yang kita mau, lalu jadi terkejut seperti Bonggal. "Ini menarik dan menyenangkan," kata Bonggal, "Memang," kata saya dalam hati, bagian paling menarik dalam kehidupan adalah suspense. Sialnya saya juga suka dengan proyeknya,"Dari semua karya yang dipamerkan di sini, kreasi anda paling estetis dan memenuhi fungsi dekoratif," kata saya, ini bisa diartikan: "cakep banget kalau diletakkan di ruang tengah rumah saya".

Saya juga lama memandangi karya Zulkarnaen yang simpel, sosok figur yang sedang memancing di sebuah kolam (Menanti) dan sosok figur menyender di batang pohon (Menyandar) memunculkan rasa bersenang-senang begitu saja tanpa dituntut membaca dan mengerti manual kuratornya yang ditempel di ruang pameran. Untungnya peminat keramik yang memiliki referensi seni yang tinggi (sehingga pengetahuannya tidak mubazir) dapat menikmati karya lain seperti keramik Rizki Andina (In Gold We Trust), Yugie Kartaatmaja (Seri Kejadian Sulit), Maria Josephina (Atributif), Luthfi Anwar Noor (Keramik=Bakaran Tinggi) dan karya Ignasius Tommy (Takut).

Kalau kata Sekarputri (Bad Defense) dalam kata pengantar pembukaan pameran ini,"ide awalnya adalah bagaimana kami mengapresiasi kejadian dalam hidup kami". Saya ingin bertepuk tangan keras-keras karena Ia mewakili perasaan saya, tidak ada yang bilang tahun 2011 bakal dihadapi lebih mudah dari tahun sebelumnya, menurut saya siapa yang bisa mengapresiasi rangkaian peristiwa dalam kehidupan, Ia sudah belajar banyak, menyingkirkan sedih dan belajar tertawa. Karya keramik Danang Wijayakusuma(Monyet-monyet Pengharap) merepresentasikan dengan tepat: jajaran rapi monyet dan batok kelapa yang tertelungkup, "Hampir sebuah instalasi, tetapi ini adalah karya bercerita: sang monyet adalah personifikasi dari manusia, ada sesuatu atau tidak ada sesuatu di bawah batok kelapa itu. Kehendak membukanya adalah pilihan," papar Danang.

Saya berkeliling ulang, meyakinkan diri bahwa ini pameran keramiknya untuk tidak jadi sok filosofis dan menambahkan satu paragraf pesan moral. Waktu larut, meski keramaian berakhir tanpa kembang api dan ciuman, sekali lagi sebuah hari benar-benar hebat, ada keramik, ada perupa-perupa bersemangat, dan Philippe Germain-Vigliano direktur CCF itu juga hebat karena kesediannya menyambut hangat proyek seni mula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar